PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adat istiadat masyarakat melayu sambas yang masih ada dan masih
digunakan dari dulu hingga sekarang adalah mengenai upacara perkawinan. Adat
istiadat yang tumbuh dan berkembang serta berlaku dalam masyarakat dipengaruhi
oleh agama dan kepercayaan atau keyakinan yang ada dalam masyarakat. Demikian
juga yang terjadi pada adat istiadat yang dianut atau diterapkan pada
perkawinan melayu sambas.
Perkawinan
merupakan tahap atau fase
kehidupan manusia yang bernilai sakral dan amat penting. Dibandingkan dengan
fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat spesial.
Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan
banyak tertuju kepadanya, mulai dari memikirkan proses akan menikah,
persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara usai dilaksanakan. Yang ikut memikirkan
tidak saja calon pengantinnya saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
yang paling utama juga termasuk orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau
tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang harus dihormati.
Pada
dasarnya, Islam juga mengajarkan hal yang sama. Meskipun upacara adat tidak
masuk dalam rukun perkawinan Islam, upacara-upacara yang berhubungan dengan aspek
sosial-kemasyarakatan menjadi penting karena di dalamnya juga terkandung makna
bagaimana mewartakan berita perkawinan tersebut kepada masyarakat secara umum.
Dalam
adat perkawinan Melayu, kuhususnya melayu
Sambas, rangkaian upacara perkawinan dilakukan
secara rinci dan tersusun rapi, yang keseluruhannya bisa dikatakan wajib dilaksanakan oleh
pasangan calon pengantin beserta keluarganya. Hanya saja, memang ada sejumlah
tradisi atau upacara yang dipraktekkan secara berbeda-beda di sejumlah daerah
dalam wilayah geo-budaya Melayu.
Pada dasarnya, adat dan kebiasaan masing-masing daerah
di Indonesia, berbeda-beda, maka dari itu, kita sebagai bagian dari bangsa
Indonesia sudah selayaknya mengenal adat istiadat yang ada tersebut, yang bisa
dijadikan sebagai gudang ilmu yang sangat beharga.
Dalam
pandangan budaya Melayu, kehadiran keluarga, saudara-mara, tetangga, dan
masyarakat kepada majelis perkawinan tujuannya tiada lain adalah untuk
mempererat hubungan kemasyarakatan dan memberikan kesaksian dan doa restu atas
perkawinan yang dilangsungkan.
B. Tujuan
Adapun
tujuan dari diadakannya penulisan ini, yang disajikan dalam bentuk karya ilmiah
adalah :
1.
Untuk mengetahui
system perkawinan dan kekerabatan yang ada dalam masyarakat Melayu sambas,
2.
Dijadikan
sebagai sumber ilmu yang bisa dijadidkan rujukan dalam mengenal adat istiadat
yang ada disetiap daerah, yang dalam hal ini adalah adat istiadat melayu
sambas,
3.
Untuk
memperkenalkan adat istiadat dan budaya yang ada dalam masyarakat melayu
sambas, yang dalam hal ini lebih ditekankan pada adat perkawinannya,
4.
Untuk mengekspos
kekayaan seni, budaya dan adat istiadat yang ada dalam masyarakat melayu
sambas.
C.
Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan
ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
bagaimana cara atau proses upacara perkawinan yang dilaksanakan dalam adat
melayu sambas, mulai dari persiapannya sampai dengan selesai diadakannya
uapacara tersebut,
2.
Untuk
mengetahuai makna yang terkandung didalam upacara tersebut
3.
Untuk mengetahui
system perkawinan dan kekerabatan yang ada dalam masyarakat melayu sambas.
BAB. II
PEMBAHASAN
A. Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sambas
Pada masyarakat melayu, sebelum perkawinan ( akad nikah ), tata cara
upacara perkawinan dilaksanakan selain menurut tuntunan dan ajaran agama Islam,
disesuaikan pula dengan adat istiadat masyarakat melayu. Maka dari itu untuk
tata cara pelaksanaan perkawinan melayu Sambas dimulai dengan melamar atau
meminang, mengantar pinang, persiapan menuju hari perkawinan, upacara
perkawinan dan pasca upacara perkawinan.
1. Melamar atau
Meminang
Pada adat istiadat melamar ini diutus
wakil dari orang tua pihak laki-laki untuk menemuai orang tua gadis dan
menyampaikan maksud dan tuajuan dari orang tua si pemuda. Setelah memperoleh
persetujuan tanpa penetapan waktu, hasilpendekatan ini diteruskan kepada orang
tua pemuda.
Waktu yang belum ditentukan atau
ditetapkan itu maksunya utuk memberikan kesempatan kepada orang tua si gadis
untuk mufakat dengan sanak saudara terdekat. Pihak orang tua si pemuda agar
dapat mengendalikan diri agar waktu penetapan suatu acara supaya tidak terkesan
mendesak. Pada waktu yang telah disepakati ( biasanya untuk waktunya yaitu
malam hari ) datanglah utusan dengan pendamping yang jumlah relatif kecil
membawa setelan pakaian luar sigadis yang dipinang. Peristiwa inilah yang
disebut dengan melamar atau meminang ( cikram ). Barang-barang cikram selain pakaian
juga ada sirih dan pinang, sehelai kain panjang, sehelai selendang dan uang (disesuaikan
dengan adat istiadat masyarakat tempatan, ada yang 1.000, 5.000, 10.000 dan
sebaginya).
Bahasa yang digunakan oleh utusan untuk
orang tua sigadis mempergunakan bahasa atau kata-kata kiasan, dan sebagai
balasan atas maksud kedatangan rombongan, maka dijawablah dengan ungkapan
kiasan pula, yang pada tujuannya menerima maksud sipejaka yang akan menjadi
pasangan hidup anak gadisnya. Sebagai tanda kebulatan mufakat, maka, wakil dari
orang tua si gadis menyerahkan barang balasan berupa pakaian luar si pejaka
atau seperangkat alat sholat dan beberapa kue lapis.
Sebelum acara diakhiri, wakil orang tua
si pejaka tanpa menunjukkan maksud mendesak, bertanya kepada keluarga si gadis,
apakah acara selanjutnya menjelang hari pernikahan dikehendaki dalam waktu yang
cepat atau waktu yang lama. Biasanya jawaban dari pihak keluarga si gadis
tidaklah sepontan, tetapi secara diplomasi, dijelaskan akan mufakat antara
keluarga terlebih dahulu. Kemudian jawabannya akan diberitahukannya. Biasanya
sebagai orang tua kandung dalamacara meminang ini tidak berperan aktif, mereka
menunjuk salah satu keluarganya yangberpengaruh sebagai wakilnya.
2.
Mengantar pinang
Mengantar / antar pinang atau mengantar
tanda muakat dilaksanakan setelah adanya kesepakatan waktu sebagaimana
dibicarakan dalam acara meminang. Disebut antar pinang karena buah pinang
dijadikan lambang karena dari pertumbuhannya yakni batangnya yang kokoh
berdiri, pelepah daun yang dapat melindungi daerah sekitarnya, buahnya meupakan
pelengkap makan sirih ( nginang ) dan dapat menguatkan gigi.
Lambang utama pinang diyakini agar semangkin menjadi pasangan yang
harmonis, yang mana dilengkapi dengan susunan daun sirih muda dengan ditaburi
irisan halus daun pandan yangwangi, sebuah tempat sirih yang lengkap dengan
perlengkapan makan sirih kesemuanya ditempatkan dalam wadah yang terbaut dari
temabaga / perunggu yang disebu dengan cambul atau apar. Kemudian dilengkapi
dengan bunga manggar berbuah telur.
Perwujudan tanda mufakat dan kegembiraan dari sanak keluarga terdekat
bahkan tetangga yakni dengan menyerahkan barang dalam bentuk bahan pakaian.
Dirangkai dalam berbagai bentuk, dilengkapi dengan bunga / kembang kertas yang
bewarna-warni, ditaburi juga dengan irisan halus daun pandan dan bunga rampai.
Kebiasaan memberi tanda mufakat atau turut bergembira ini merupakan suatu janji
yang tak tertulis. Bilamana pada sat pihak yang memberikan tanda mufakat tadi
melakukan acara serupa, maka keluarga si perjaka wajib memberikan bingkisan
dalam bentuk yang sama, walau nilai atau harganya berbeda.
Barang aturan, umumnya diberikan secara berurutan sebagai berikut :
2.1. Persembahan
·
Manggar berbuah telor berisi sirih pinang ( bunga rampai )
·
Tempat sirih ( tepa’ ).
2.2. Maskawin (
Mahar )
·
Bisa berupa cincin atau seperangkat alat sholat dan Al-
Qur’an.
2.3. Barang
Antaran
·
Uang antaran dan uang asap
·
Perhiasan
·
Perlengkapan tempat tidur
·
Pakaian
·
Kosmetik
·
Sirih pinang untuk dibagikan kepada orang tua yang masih
mempunyai anak gadis yang belum dilamar.
2.4. Barang Ikatan
Semua barang yang berasal dari sanak keluarga atau undangan orang tua si
perjaka. Bilamana acara akad nikah dan mengantar uang dilakukan dlam waktu yang
sama.
Semua jenis
barang antaran tersebut dicatat dalam surat pengantar yang dibacakan oleh wakil
dari orang tua pihak laki-laki. Saat ini ditunggu uleh para undangan, selain
dibacakan diperiksa lagi kebenarannya satu persatu. Komunikasi dalam serah
terima barang antaran ini diungkapkan dengan balasan pantun. Pantun pada acara
antar pinag, umumnya disampaikan oleh pembawa acara, wakil keluarga pihak
laki-laki dan wakil keluarga pihak perempauan.
3.
Persiapan
Menuju Hari Perkawinan
Hari
perkawinan merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu
oleh semua anggota masyarakat. Pada hari itu semua keluarga, saudara, termasuk
tetangga berkumpul dalam satu majelis. Untuk menyambut hari perkawinan
diperlukan persiapan yang sungguh matang. Persiapan yang dimaksud biasanya
mencakup kegiatan bergotong-royong, pembacaan barzanzi, dan persediaan jamuan.
Tugas
utama yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan kegiatan-kegiatan tersebut
adalah dengan cara membangun bangsal penanggah
( petadang ) terlebih dahulu. Bangsal ini nantinya
digunakan untuk kegiatan masak-memasak. Di daerah pedalaman, bangsal penanggah
biasanya terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari daun nipah atau rumbia atau ada juga yang menggunakan daun sagu.
Di samping bangsal, yang juga perlu disediakan adalah tungku-tungku dapur yang diperlukan untuk
alat memasak.
3.1. Gotong
Royong
Sebelum datangnya hari perkawinan perlu
dilakukan acara gotong-royong. Pihak
tuan rumah perlu menyediakan berbagai macam kue Melayu untuk mereka yang
bergotong-royong. Kegiatan gotong-royong biasanya dilakukan hingga larut malam
sambil menikmati kue-kue yang dihidangkan. Kue yang tahan lama biasanya
disediakan oleh tuan rumah melalui pertolongan tetangga terdekat, yaitu
beberapa hari sebelum berlangsungnya majelis perkawinan. Sedangkan kue yang
tidak tahan lama disediakan sehari menjelang perhelatan majelis. Kue-kue ini
juga diantarkan kepada mereka yang memberikan sumbangan tetapi tidak bisa
datang.
Kegiatan gotong-royong ini dimulai dengan
membagi aktivitas yang perlu dilakukan antara laki-laki dan perempuan. Pada
pagi harinya, pihak perempuan biasanya sibuk menyediakan berbagai keperluan
dalam rumah, sedangkan pihak laki-lakinya mengeluarkan semua alat yang
diperlukan, seperti piring, tempat penyajian makanan, gelas, dan sebagainya
yang tersusun secara rapi. Pada petang harinya, dilakukan penyembelihan ayam,
kambing, atau sapi.
Setelah disembelih, sebagian dari pihak laki-laki membuang kulit, membersihkan
dan memotong daging sesuai urutan yang dikehendaki. Sebagian yang lain mencabut
bulu ayam dan kemudian menyerahkannya kepada petugas yang sudah terbiasa
memotong dagingnya. Tukang masak akan menggoreng daging yang telah dipotong
agar keesokan harinya dapat dimakan.
3.2.
Pembacaan Barzanzi dan Persediaan Jamuan
Kegiatan (majelis) membaca barzanzi
dilakukan setelah
sholat isya. Majelis ini
biasanya diikuti oleh mereka yang telah melakukan kegiatan gotong-royong selama
sehari-semalam, juga diikuti oleh keluarga dan saudara dari tuan rumah,
termasuk para jemputan yang diundang secara khusus pada majelis ini. Pada masa
kini, kegiatan ini tidak populer lagi. Untuk mengadakan kegiatan ini masih
diperlukan usaha gotong-royong sebagaimana dilakukan sebelumnya. Dalam kegiatan
pembacaan barzanzi juga dihidangkan jamuan, yang biasanya terdiri dari nasi
beserta lauk-pauknya. Setiap hidangan disediakan untuk
lima atau enam orang.
Persediaan jamuan biasanya ditentukan
secara berbeda-beda, tergantung pada bagaimana keinginan keluarga dari tuan
rumah. Seorang ayah yang hanya mempunyai anak tunggal atau tingal satu anaknya
yang belum menikah, maka dia biasanya akan mengadakan majelis perkawinan secara
besar-besaran, meski di luar kesanggupan keuangannya sendiri. Bahkan, tidak
sedikit dari mereka yang kemudian rela berhutang hanya untuk memenuhi keinginan
besarnya itu.
Untuk melakukan kegiatan persediaan
jamuan, biasanya dipilih terlebih dahulu ketua panitia yang banyak berhubungan
secara intens dengan tuan rumah berkenaan dengan segala sesuatu hal yang
berhubungan dengan jamuan. Ia juga bertanggung jawab membeli bahan-bahan
keperluan di pasar. Ia perlu berkoordinasi dengan anggota panitianya yang
dibagi berdasarkan tugasnya masing-masing, ada yang bertugas menyambut tamu,
mengatur tempat duduk tamu, menyediakan air minum, dan mencuci piring atau
gelas yang telah digunakan. Di samping ada yang bertugas memasak, juga ada yang
bertugas menyediakan makanan yang dibawa pulang oleh hadirin yang datang.
Pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan secara sukarela karena merupakan adat
dalam budaya Melayu untuk hidup saling bergotong-royong.
4. Upacara Perkawinan
Setelah
melalui proses dan tahapan yang begitu panjang, maka kini saatnya melangsungkan
upacara perkawinan. Upacara ini merupakan hari “H” yang ditunggu-tunggu oleh
siapa saja yang berhubungan dengan perkawinan ini, baik bagi calon pengantinnya
sendiri maupun seluruh keluarga dan saudara-saudaranya. Dalam adat Melayu sambas, upacara perkawinan
biasanya dilakukan secara amat terinci, lengkap.
4.1. Upacara Menggantung-Gantung
Upacara ini dilakukan dalam tenggang
waktu yang cukup panjang, biasanya 3 hari sebelum hari perkawinan. Bentuk
kegiatan dalam upacara ini biasanya disesuaikan dengan adat di masing-masing
daerah yang berkisar pada kegiatan menghiasi rumah atau tempat akan
dilangsungkannya upacara pernikahan, memasang alat kelengkapan upacara, dan sebagainya.
Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah: membuat tenda dan dekorasi,
menggantung perlengkapan pentas, menghiasi kamar tidur pengantin, serta
menghiasi tempat bersanding kedua calon mempelai. Upacara ini menadakan bahwa
budaya gotong-royong masih sangat kuat dalam tradisi Melayu.
4.2. Upacara Berinai
Adat
atau upacara berinai merupakan pengaruh dari ajaran Hindu. Makna dan tujuan
dari perhelatan upacara ini adalah untuk menjauhkan diri dari bencana,
membersihkan diri dari hal-hal yang kotor, dan menjaga diri segala hal yang
tidak baik. Di samping itu tujuannya juga untuk memperindah calon pengantin
agar terlihat lebih tampak bercahaya, menarik, dan cerah. Upacara ini merupakan
lambang kesiapan pasangan calon pengantin untuk meninggalkan hidup menyendiri
dan kemudian menuju kehidupan rumah tangga.
Upacara
ini dilakukan pada malam hari, yaitu 3 hari sebelum upacara perkawinan
dilangsungkan. Bentuk kegiatannya bermacam-macam asalkan bertujuan
mempersiapkan pengantin agar tidak menemui masalah di kemudian hari.
Upacara
berinai bagi pasangan calon pengantin dilakukan dalam waktu yang bersama-sama.
Hanya saja, secara teknis tempat kegiatan ini dilakukan secara terpisah, bagi
pengantin perempuan dilakukan di rumahnya sendiri dan bagi pengantin laki-laki
dilakukan di rumahnya sendiri atau tempat yang disinggahinya.
4.3. Upacara Berandam
Upacara
berandam dilakukan pada sore hari ba‘da Ashar yang dipimpin oleh Mak Andam
didampingi oleh orang tua atau keluarga terdekat dari pengantin perempuan.
Awalnya dilakukan di kediaman calon pengantin perempuan terlebih dahulu yang
diringi dengan musik rebana. Setelah itu baru kemudian dilakukan kegiatan berandam di tempat
calon pengantin laki-laki. Sebelum berandam kedua calon pengantin harus mandi
berlimau dan berganggang terlebih dahulu.
Makna
dari upacara berandam adalah membersihkan fisik (lahiriah) pengantin dengan
harapan agar batinnya juga bersih. Makna simbolisnya adalah sebagai lambang
kebersihan diri untuk menghadapi dan menempuh hidup baru.
Berandam
yang paling utama adalah mencukur rambut karena bagian tubuh ini merupakan
letak kecantikan mahkota perempuan. Di samping itu, berandam juga mencakup
kegiatan: mencukur dan membersihkan rambut-rambut tipis sekitar wajah, leher,
dan tengkuk, memperindah kening, menaikkan seri muka
dengan menggunakan sirih pinang dan jampi serapah.
Setelah
berandam kemudian dilakukan kegiatan “mandi tolak bala”, yaitu
memandikan pengantin dengan menggunakan air bunga dengan 5, 7, atau 9 jenis
bunga agar terlihat segar dan berseri. Kegiatan ini harus dilakukan sebelum
waktu shalat ashar. Mandi tolak bala kadang disebut juga dengan istilah “mandi
bunga”. Tujuan mandi ini adalah menyempurnakan kesucian, menaikkan seri wajah,
dan menjauhkan dari segala bencana.
4.4. Upacara Khatam Qur‘an
Pelaksanaan
upacara khatam Qur‘an biasanya dilakukan setelah upacara berandam dan mandi
tolak bala atau satu hari sebelum upacara
perkawinan yaitu pada malam hari, yaitu bakda isya yang merupakan sebagai
bentuk penyempurnaan diri, baik secara lahir maupun batin. Upacara khatam
Qur‘an sebenarnya bermaksud menunjukkan bahwa pengantin perempuan sudah
diajarkan oleh kedua orang tuanya tentang bagaimana mempelajari agama Islam
dengan baik. Dengan demikian, sebagai pengantin perempuan dirinya telah
dianggap siap untuk memerankan posisi barunya sebagai istri sekaligus ibu dari
anak-anaknya kelak. Di samping itu tujuan lainnya adalah untuk menunjukkan
bahwa keluarga calon pengantin perempuan merupakan keluarga yang kuat dalam
menganut ajaran Islam.
Upacara
ini dipimpin oleh guru mengajinya atau orang tua yang ditunjuk oleh keluarga
dari pihak pengantin. Upacara ini khusus dilakukan oleh calon pengantin
perempuan yang biasanya perlu didampingi oleh kedua orang tua, atau teman
sebaya, atau guru yang mengajarinya mengaji. Mereka duduk di atas tilam di
depan pelaminan. Mereka membaca surat Dhuha sampai dengan surat al-Fatihah dan
beberapa ayat al-Qur‘an lainnya yang diakhiri dengan doa khatam al-Qur‘an.
4.5. Upacara Perkawinan
Upacara
perkawinan dilakukan secara berurutan. Artinya, upacara ini tidak hanya
mencakup upacara akad saja tetapi juga mencakup kegiatan-kegiatan lain yang
terkait dengan proses akad nikah, baik sebelum maupun sesudahnya. Kegiatan
dalam upacara ini biasanya diawali dengan kedatangan calon pengantin laki-laki
yang dipimpin oleh seorang wakilnya ke rumah calon pengantin perempuan. Calon
pengantin laki-laki biasanya diapit oleh dua orang pendamping yang disebut
dengan gading-gading atau pemuda yang belum menikah. Rombongan pihak
pengantin laki-laki datang menuju kediaman pihak calon pengantin perempuan
dengan membawa sejumlah perlengkapan atau yang disebut dengan antar belanja.
4.5.a. Upacara Antar Belanja atau Seserahan
Antar
belanja atau yang biasanya dikenal dengan seserahan dapat dilakukan
beberapa hari sebelum upacara akad atau sekaligus menjadi satu rangkaian dalam
upacara akad nikah. Jika antar belanja diserahkan pada saat berlangsungnya
acara perkawinan, maka antar belanja diserahkan sebelum upacara akad nikah.
Makna
dalam upacara antar belanja ini adalah rasa kekeluargaan yang terbangun antara
keluarga pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. Oleh karena makna dan
tujuannnya adalah membangun rasa kekeluargaan, maka tidak dibenarkan jumlah seserahan
yang diantarkan menimbulkan masalah yang menyakiti perasaan di antara mereka.
4.5.b. Upacara Akad
Nikah
Ketika
rombongan calon pengantin laki-laki Upacara akad nikah merupakan inti dari
seluruh rangkaian upacara perkawinan. Sebagaimana lazimnya dalam adat
perkawinan menurut ajaran Islam, upacara akad nikah harus mengandung pengertian
ijab dan qabul.
Pemimpin
upacara ini biasanya adalah penghulu atau
orang yang ditinjuk untuk itu. Setelah penyataan
ijab dan qabul telah dianggap sah oleh para saksi, kemudian dibacakan doa walimatul
urusy yang dipimpin oleh penghulu.
Setelah itu, baru kemudian pengantin laki-laki mengucapkan taklik (janji
nikah) yang dilanjutkan dengan penandatanganan Surat Janji Nikah ( pembacaan taklik tidak diwajibkan, boleh juga
ditiadakan ). Penyerahan mahar oleh pengantin laki-laki
baru dilakukan sesudahnya.
4.5.c. Upacara Menyembah
Setelah
upacara akad nikah selesai dilakukan seluruhnya, kedua pengantin kemudian
melakukan upacara menyembah kepada ibu, bapak, dan seluruh sanak keluarga
terdekat. Makna dari upacara ini tidak terlepas dari harapan agar berkah yang
didapat pengantin nantinya berlipat ganda.
4.5.d. Upacara Jamuan Santap Bersama
Setelah
upacara perkawinan selesai ditutup, maka acara selanjutnya adalah upacara
jamuan santap bersama sebagai akhir dari prosesi upacara akad nikah secara
keseluruhan. Upacara ini boleh dikata adalah sama di berbagai adat perkawinan
manapun. Tuan rumah memberikan jamuan makan bersama terhadap seluruh pengunjung
yang hadir pada acara perkawinan tersebut
dalam bahasa sambasnya “makan be saprah”.
4.6. Upacara Langsung
Setelah
upacara perkawinan dan akad nikah selesai, prosesi selanjutnya adalah melakukan
upacara hari langsung. Yang dimaksud dengan upacara ini adalah kegiatan yang
berkaitan dengan bagaimana mengarak pengantin laki-laki, upacara menyambut
arak-arakan pengantin laki-laki, upacara bersanding.
4.6.a. Upacara Mengarak Pengantin Lelaki
Upacara
ini bentuknya adalah mengarak pengantin laki-laki ke rumah orang tua pengantin
perempuan. Tujuan dari upacara ini sebagai media pemberitahuan kepada seluruh
masyarakat sekitar tempat dilangsungkannya perkawinan bahwa salah seorang dari
warganya telah sah menjadi pasangan suami-istri. Di samping itu, tujuanya
adalah memberitahukan kepada semua lapisan masyarakat agar turut meramaikan
acara perkawinan tersebut, termasuk ikut memberikan doa kepada kedua pengantin.
4.6.b. Upacara Menyambut Arak-arakan Pengantin
Lelaki
Sesampainya
rombongan arak-arakan pengantin laki-laki di kediaman keluarga pengantin
perempuan, kemudian dilanjutkan dengan upacara penyambutan. Dalam budaya Melayu sambas, upacara penyambutan
tersebut mempunyai makna yang sangat dalam. Oleh karenanya, pengantin laki-laki
perlu disambut dengan penuh kegembiraan sebagai bentuk ketulushatian dalam
menerima kedatangan mereka.
4.6.c. Upacara Bersanding
Acara
bersanding merupakan puncak dari seluruh upacara perkawinan. Setelah pasangan
pengantin berijab-kabul, pengantin laki-laki akan balik ke tempat
persinggahannya untuk beristirahat sejenak. Demikian halnya pengantin perempuan
perlu kembali ke balik bilik untuk istirahat juga. Setelah keduanya
beristirahat kemudian dilangsungkan upacara bersanding.
Acara
bersanding adalah menyandingkan penganting laki-laki dengan pengantin perempuan
yang disaksikan oleh seluruh keluarga, sahabat, dan jemputan. Inti dari
kegiatan ini adalah mengumumkan kepada khalayak umum bahwa pasangan pengantin
sudah sah sebagai pasangan suami-istri.
Keesokan harinya dan biasanya sampai satu minggu masih
ada acara pulang memulangkan ( yaitu acara diaman orang tua laki-laki
menyerahkan anaknya kepada orang tua mempelai perempua, keluarga, kerabat
dilingkungannya untuk diterima dengan baik ), mandi belulus dan balik tikar,
menjalankan penganten, bermalam dirumah mertua laki-laki dan bersilaturahmi
dirumah sanak keluarga.
B. Kekerabatan Pada Masyarakat Melayu Sambas
Dalam masyarkat melayu Sambas pengantin laki-laki
pindah rumah ( boyongan ) ke rumah pengantin perempuan. Masuk menjadi anggota
keluarga perempuan, demikian juga sebaliknya. Kedudukan laki-laki dan perempuan
dalam perkawinan adalah sama mereka menganut garis orang tua ( Ayah dan Ibu ) atau biasa disebut
dengan sisitem kekekrabatan parental ( Bilateral ).
Masyarakat melayu Sambas menganut
system perkawinan bebas, bagi mereka yang belum mampu hidup mansiri akan
bertempat tinggal dirumah mertua ( biasanya orang tua dari anak perempuan ) dan
apabila mereka sudah mampu hidup mandiri dengan mempunyai tempat tingal sendiri mereka akan keluar dari
rumah mertua dan membina kehidupan sendiri. namun hubungangan persaudaraan
tetap dekat dan erat baik dari pihak laki- laki maupun perempuan, silaturahmi
tetap berjalan.
Dalam perkawinan melayu Sambas
banyak dijumpai/ terjadi perkawinan dengan sesama keluarga sendiri, perkawinan
dengan orang yang sekampung atau sesame orang melayu Sambas. Jadi dalam ssatu
perkampungan antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lain mempunyai
hubungan keluarga yang saling berkaitan. Hal ini menjadi harta keluarga itu
tidak keluar dari dari keluarga besar.
Tanggungjawab keluarga berada
ditangan anak pertama ( baik anak pertama itu laki ataupun perempuan ) hal ini
terjadi jika orang tua sudah meninggal. Anak pertama berkewajiban menyempurnakan
kehidupan adik-adiknya seperti mengeluarkan biaya pendidikan ataupun
melangsungkan perkawinan adik-adiknya, hingga adik-adik dianggap mampu untuk hidup
mandiri.
Umumnya pada masyrakat melayu sambas
jarang ditemui larangan perkawinan dari orang tua, walau tidak begitu suka
dengan pilihan anaknya orang tua tetap merestui demi kebahagiaan anaknya,
kecuali dalam hal perbedaan akidah orang tua sangat keras dan tidak bisa
mentolerir. Konsekuensinya anak tersebut tidak diakui sebagai anak oleh orang
tua dan sanak keluarganya dan walaupun tidak ada larangan untuk bertiempat
tinggal di Sambas, biasanya anak itu akan keluar dari daerah sambas karena
dikucilkan oleh orang tua, keluagra dan masyarakat dilingkungan tempat
tinggalnya.
Jadi perkawinan di Sambas dapat
terhalang dikarenakan perbedaan agama yang dianut oleh laki-laki dan perempuan
yang akan kawin. Berbeda apabila salah satu pihak laki-laki atau pihak
perempuan beda agama dan mngikut agama yang dianut orang ( masyarakat) Melayu
Sambas maka orang tersebut diterima dengan baik oleh orang tua, keluarga dan
mayrakat dan menjadi anggota keluarga dari orang yang dikawininya.
Paa masyrakat Melayu Sambas tidak
ada larangan perkawinan dari ketentuan adat istiadat. Ketentuan-ketentuan
larangan perkawinan sesuai hukum islam, seperti orang yang tidak boleh mengikat
tali perkawinan yang disebut “muhrim”, disebabkan pertalian darah’ pertalian
perkawian, pertalian sepersusuan. Larangan tersebut tercantum dalam Al-Quaran
surah An-Nisa ayat 22-23, yaitu :
a.
Larangan pertalian
darah :
1.
kakek, nenek dari
ayah dan ibu dan seterusnya dalam gaaris keatas,
2.
anak, cucu dan
seterusnya dalam garis kebawah,
3.
saudara seayah
dan seibu, seayah saja atau seibu saja,
4.
saudara ibu atau
saudara ayah,
5.
anak saudara
laki-laki atau anak saudara perempuan,
b.
karena pertalian
perkawinan
1.
mertua,
2.
anak tiri,
3.
menantu.
c.
karena pertalian
sepersusuan
1.
ibu dan ayah
tempat menyusu,
2.
saudara
sepersusuan.
Selai
larana perkawian karena muhrim, hukum islan menentukan pula larang perkawinan
dalam masa “iddah”, yaitu masa tunggu bagi perempuan yang bercerai dari
suaminya untuk dapat melakuka perkawinan lagi, agar supaya dapat diketahui
apakah perempuan itu mengandung/hamil atau tidak. Jika perempuan itu
mengandung, maka untuk kawin lagi dia harus menunggu sampai anaknya lahir,
apabila tidak mengandung harus menungu sampai 4 bulan 10 hari, jika cerai
karena suami meninggal atau selama tiga kali suci dari haid dikarenakan cerai
hidup.
Adat istiadat perkawinan dan
kekerabatan yang terdapat dalam masyarakat melayu sambas masih berlaku sampai
saat ini.mereka mempunyai hubungan kekeluargaan sangat dekat dan kuat. Dalam
mengambil suatu keputusan diambil dari musyawarah keluarga besar dan rembukan
saudara-saudara. Keadaan ini masih berlaku dan ditaati oleh masyarakatnya.
C. Sistem Pewarisan Masyrakat Melayu Sambas
Pembagian warisan yang terjadi pada
masyarakat melayu sambas didasarkan atas kesepakatan dan musyawarah dalam suatu
keluarga, untuk menentukan cara pembagian yang akan dilaksanakan oleh keluarga
tersebut. Hubungan keluarga yang erat, dekat, sayang menyayangi dan kedudukan
anak dalam suatu keluarga juga turut menentukan bagian seorang anak dalam
menerima warisan dari orangtuanya.
Sehingga
perbedaan cara pembagian warisan yang terjadi di Sambas antara satu keluarga
dengan keluarga yang lain lazim kita jumpai, hal ini juga dipengaruhi oleh
susunan atau jumlah keluarga yang berbeda, kehidupan saudara yang nasibnya
berbeda pula menyebabkan tidak ada keseragaman atua ketentuan yang menjadi
dasar dalm pembagian warisan di Sambas. Kecuali kesepakatan dari suatu keluarga
untuk melaksanakan pembagian warisan dari orang tua secara faraid ( hukum islam
). Pembagian warisan secara faraid, mempunyai hitungan yang pasti bagi ahli
warisnya.
Pembagian warisan pada masyrakat
melayu sambas, dalam perolehan pembagian warisan kepada ahli waris secara garis
besardikelompokan secara tiga cara, yaitu ahli waris yang menerima bagian
warisan yang sama, ahli waris yang menerima warisan tertentu dan ahli waris
yang menerima warisan yang berbeda.
Sebagimana kita ketahui, bahwa pembagian
warisan pada masyarakat hukum adat dapat terjadi pada saat pewaris masih hidup
dan pewaris sudah meninggal. Pewarisan pada saat pewaris masih hidup biasa
disebut hibah. Pada masyrakat melayu sambas, hidah dari orang tua kepada
anak-anaknya sering terjadi. Hibah itu diberikan sesuai dengan kebutuhan
anak-anak dan orang tua apa yang dibutuhkan seperti kebun, tanah untuk
pembuatan rumah atau rumah karena sianak sudah menikah dan belum mempunyai
tempat tinggal maka anak tersebut diberi rumah. Namun semua ini disesuaikan
dengan kemampuan dan apa yang dimiliki orang tua.
Untuk anak yang telah menerima
hibah, ia tidak akan mendapatkan pemberian lain lagi sampai saudara-saudaranya sudah
mendapat pembagian dari orang tuanya. Dan apabila masih ada harta dari orang
tua, maka akan tetap di kelola oleh orang tua sampai orang tua meninggal
keduanya baru dibagikan, sesuai dengan kesepakatan dan musyawarah dalam
keluarga dan jika ada wasiat, maka laksanakan dulu wasiatnya.
Pembagian wasiat pada masyarakat
melayu sambas juga tidak dibgikan secepatnya setelah pewaris meninggal. Jika
masih ada salah satu dari orang tua ( ibu atau bapak ) maka orang tua yang
hidup terlama yang mengelola dan memegang warisan dan dapat dibgikan setelah
kedua orang tua meninggal dunia. Paling
cepat warisan dibagikan setelah 40 hari pewaris meninggal atau setelah 2 tahun
meninggalnya pewaris. Biasa juga didasarkan atas kesepaktan keluarga yang
disesuaikan dengan waktu dan kesepakatan yang ada. Pada kasusu speperti ini
karena para ahli waris tidak bertempat tinggal di daerah sambas.
Masyarakat melayu sambas tidak
mengenal perbedaan dari harta peninggalan orang tua, baik itu harta pusaka
tinggi seperti diminangkabau atau harta pusaka rendah. Semua harta peninggalan
baik itu diperoleh orang tua dari harta pusaka atua harta pusaka diperoleh
selama berumah tangga ( harta gono gini ), tetap sama dan dibagi kepada
anak-anaknya secara individu. Anak-anak mendapatkan harta dari dua pihak (
bilateral ) yaitu dari harta ayah dan dan harta ibu, aitu harta yang diperoleh
sebelum perkawinan, atau hibah dari orang tua sehingga tidak termasuk kedalam
harta bersama. Selain itu ahli waris ( anak-anak ) juga memperoleh warisan dari
harta yang diperoleh orang tua ( pewaris ) selama perkawinan orang tuanya.
C.1. Bagian Warisan Anak Angkat
Kedudukan
anak angkat pada masyarakat melayu sambas dalam pembagian warisan tidak
memperoleh warisan, karena anak angkat tidak mempunyai hubungan darah dengan
pewaris. Tetapi pada umumnya orang tuaangkat akan memberikan hibah kepada anak
angkatnya agar sesudah pewaris meninggal anak angkat tidak terlantar dan
melangsungkan hidupnya dari harta yang diperoleh dari orang tua angkatnya.
Orang tua semasa masih hidup mempunyai kekuasaan mutlak terhadap hartanya untuk
diberikan kepada anak angkatnya, anak kandung tidak merasa dirugikan. Karena
hibah kepada anak anggkat adalah sewajarnya berdasarkan rasa kasih sayang orang
tua kepada anaknya. Biasanya masyarakat melayu sambas tidak pernah membedakan
rasa kasih sayangnya terhadap anak angkat dan anak kandung. Kedudukan anak
angkat biasanya baru duketahui ketika anak angkat tersebut akan menikah dan
wali nikahnya bukan orang tua yang selama ini dianggap sebagai orang tua
kandungnya.
Dari
data yang didapat, pada masyarakat maelayu sambas pengangkatan anak terjadi
karena orang tua angkatnya tidak mempunyai anak, atu sebagi pemancing agar
orang tua angkat bisa hamil, maka lahirlah adik-adiknya. Anak yang diambil
sebagai anak angkat berasal dari anak
orang lain yang tidak mempunyai hubungan persaudaraan dengan orang tua yang
mengangkatnya, dan lebih sering dari masyarakat etnis cina yang memberikan
anaknya untuk diasuh dan didik oleh suatu keluarga. Pengangkatan anak pada
masyrakat melayu sambas tidak terang dan tunai, jadi hanya diketahui oleh orang
tua kandung dengan orang tua angkatnya saja dan keluarga dekatnya. Anak angkat
diperlakukan sama seperti anak kandung dalam pendidikannya dan kasih sayangnya
dan karena diambil pada waktu bayi maka anak angkat tersebut atidak mengetahui
bahwa dia bukan anak kandung ibu bapaknya. Orang tua, kelurga dan masyarakat
umumnya tidak emberitahu kedudukan anak angkat dan merahasiakannya sampai
anaknya sudah cukup dewasa untuk mengetahui keadaan sebenarnya bahkan ada yang
baru tahu pada waktu dia akan menikah.
C.2. Bagian Warisan Anak Tiri
Selain anak angkat, ahli waris lainnya adalah anak
tiri. Anak tiri adalah anak yang dibawa oleh salah satu pihak, baik suami atau
istri yang dibawa kedalam perkawinan yang baru. Dalam masyarakat adat melayu sambas,
berdasarkan kenyataanya, dalam pembagian warisan, maka hak mewaris dari anak
tiri hanya didapat dari orang tua kandungnya. Jadi anak tiri tidak mendapatkan
warisan dari ayah atau ibu tirinya, hal ini berdasarkan kenyataan antara ayah
atau ibu tirinya dengan anak tirinya tidak mempunyai hubungan darah jadi tidak
mewaris.
Anak iri akan mendapat warisan dari
ayah atau ibu tirinya atas pemberian atau hibah. Namun anak tiri tetap diasuh
dan dididik sama dengan anak kandung tanpa ada perbedaan. Anak iri akan mendapatkan
warisan dari ayah dan ibu kandungnya.
BAB. III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada
dasarnya dalam adat istiadat melayu sambas, khususnya dalam hal perkawiannya,
masyarakat adat melayu sambas selain menurut tutunan yang ada dalam agama
islam, juga masih menggunakan tradisi atau adat yang secara turun temurun dari
nenek moyang mereka yang masih dipegang teguh oleh masyarakat. Secara umum
tahap-tahap dalam system perkawinan melayu sambas, yaitu mulai dari melamar atau meminang, mengantar pinang, persiapan
menuju hari perkawinan, upacara perkawinan dan pasca upacara perkawinan.
Umumnya pada masyrakat melayu sambas
jarang ditemui larangan perkawinan dari orang tua, walau tidak begitu suka
dengan pilihan anaknya orang tua tetap merestui demi kebahagiaan anaknya,
kecuali dalam hal perbedaan akidah orang tua sangat keras dan tidak bisa
mentolerir.
Paa
masyrakat Melayu Sambas tidak ada larangan perkawinan dari ketentuan adat
istiadat. Ketentuan-ketentuan larangan perkawinan sesuai hukum islam, seperti
orang yang tidak boleh mengikat tali perkawinan yang disebut “muhrim”,
disebabkan pertalian darah’ pertalian perkawian, pertalian sepersusuan.
Masyarakat
melayu sambas tidak mengenal perbedaan dari harta peninggalan orang tua, baik
itu harta pusaka tinggi seperti diminangkabau atau harta pusaka rendah. Semua
harta peninggalan baik itu diperoleh orang tua dari harta pusaka atua harta
pusaka diperoleh selama berumah tangga ( harta gono gini ), tetap sama dan
dibagi kepada anak-anaknya secara individu. Anak-anak mendapatkan harta dari
dua pihak ( bilateral ) yaitu dari harta ayah dan dan harta ibu, aitu harta
yang diperoleh sebelum perkawinan, atau hibah dari orang tua sehingga tidak
termasuk kedalam harta bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy,
Tenas. 2004. Pemakaian
Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu.
Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.
Hamid, Harzi dan Hamid A.R., 1999, Kamus dan Ensiklopedia, “Melayu Sambas”, Edisi
Pertama Dinas Pariwisata Dati Satu I Kalimantan Barat.
Soekanto, 1996, Meninjau
Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat, Edisi
Ketiga, Disusun Kembali Oleh Soerjono Soekanto, PT Raja Grafindo, Persada,
Jakarta.
1999, Al Quran
dan Terjemahan, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta.
sedap lalu i, rase nak nyarek urang sambas juak
ReplyDelete